MATERI
PEMBINAAN KARIER
ETIKA PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH
Direktorat Pembinaan Pendidik dan
Tenaga Kependidikan Pendidikan dasar
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
2015
DAFTAR ISI halaman
A
|
Alasan Membuat Karya Tulis
Ilmiah…………………………………………………………….
|
|
B
|
Kendala dalam
Menulis Karya Ilmiah…………………………………………………………..
|
|
C
|
Fenomena Plagiasi………………………………………………………………………………………
|
|
D
|
Etika Penulis……………………………………………………………………………………………….
|
|
E
|
Kode
Etik Penulis………………………………………………………………………………………..
|
|
F
|
Plagiarisme/Plagiasi…………………………………………………………………………………….
|
|
G
|
Jenis
dan Tingkatan Plagiarisme………………………………………………………………….
|
|
H
|
Cara
Menghindari Plagirisme………………………………………………………………………
|
|
I
|
Arti Penting Etika
Penulisan Karya Tulis Ilmiah……………………………………………
|
|
J
|
Kriteria Karya Tulis
Ilmiah…………………………………………………………………………..
|
|
K
|
Aspek Lain yang Terkait
Dengan Penulisan Karya Ilmiah……………………………..
|
|
L
|
Pencegahan
Plagiarisme……………………………………………………………………………..
|
|
M
|
Penanggulangan
Plagiarisme……………………………………………………………………….
|
|
DAFTAR
PUSTAKA
|
||
LEMBAR
KERJA
|
A.
Alasan Membuat Karya Tulis Ilmiah
Membuat karya tulis ilmiah bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah. Tidak
semua orang memiliki keterampilan menulis karya ilmiah, apalagi sampai pada tingkatan
karya tulis ilmiah yang dipublikasikan. Padahal melalui karya tulis ilmiah ini,
berbagai informasi, gagasan, ide-ide penting dapat disampaikan kepada orang
lain secara cepat dan murah. Itulah sebabnya Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan mewajibkan guru untuk dapat membuat karya tulis ilmiah, dengan
harapan ide-ide baru dalam proses pembelajaran yang sudah dipraktikan oleh
seorang guru, dapat disampaikan kepada guru yang lain. Tapi kebanyakan dari
guru-guru kita, menulis karya ilmiah merupakan beban yang sangat berat, apalagi
jika dikaitkan dengan peningkatan karir mereka. Sehingga sebagian besar
guru-guru kita, mengalami kendala dalam kenaikan pangkatnya.
Di samping alasan khusus seorang guru membuat karya tulis ilmiah, ada
beberapa alasan umummengapa seseorang membuat karya tulis ilmiah, sebagai
berikut:
a.
Menulis berdasarkan pesanan
Banyak orang
yang sukses menulis, pada awalnya adalah hanya memenuhi permintaan seseorang
supaya membuat karya ilmiah. Misalnya ada surat kabar atau majalah yang akan
terbit tetapi kekurangan artikel, maka karena dikejar oleh date line, tidak jarang redaktur menghubungi orang tertentu yang
dianggap pakar untuk menulis artikel tersebut. Padahal sebenarnya kemampuan
menulis yang bersangkutan tidak seperti yang diharapkan. Namun, karena
kebutuhan yang sangat mendesak, akhirnya tulisan tersebut diterbitkan. Tentunya
menulis berdasarkan pesanan bukan hal yang baik untuk ditiru.
b.
Menulis untuk syarat lulus kuliah
Siapapun yang
pernah menyandang predikat mahasiswa minimal S1, maka pernah membuat karya
tulis ilmiah, namun dalam rangka untuk memenuhi syarat kelulusan kesarjanaannya,
atau demi lulus kuliah. Hal ini karena sudah menjadi kebulatan kurikulum yang harus ditempuh
selama menjalani kuliah strata 1, di mana seorang mahasiswa harus menulis
skripsi. Selanjutnya setelah lulus sarjana budaya menulis tersebut belum tentu dilanjutkan.
c.
Menulis untuk portofolio
Menulis
publikasi ilmiah menjadi salah satu aspek penting untuk memenuhi portofolio
atau curriculum vitae. Seseorang yang
telah menghasilkan karya tulis ilmiah terpublikasi melalui proses peer-review, telah
terbukti mampu berpikir terstruktur sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Publikasi ilmiah yang dicantumkan dalam portofolio, memudahkan seseorang
untuk memperoleh beasiswa, kesempatan studi S2 atau S3, bekerja
sebagai peneliti, maupun bekerja di ranah industri. Karena itu, jangan pernah
menganggap tentang karya tulis ilmiah yang pernah Anda tulis. Suatu saat, karya
tulis ilmiahtersebutakan menolong Anda untuk memperluas peluang karir.
d.
Menulis untuk bekal kenaikan jabatan
Sebagaimana
diketahui bersama, dalam jenjang karir guru dan dosen, salah satu komponen
penilaian kenaikan jabatannya adalah aspek penelitian dan publikasi ilmiah.
Publikasi ilmiah menjadi salah satu tolok ukur penting untuk melihat
berkualitas atau tidaknya seorang guru maupun dosen. Sehingga guru dan dosen diharuskan untuk meneliti
atau membuat karya tulis ilmiah untuk dipublikasikan.
e.
Menulis untuk mendapatkan hadiah kompetisi internal
Demi menaikkan
citra dan nilai akreditasi, tak jarang sebuah lembaga pendidikan mulai dari
tingkat Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi, menjanjikan hadiah untuk para
guru atau dosen yang berhasil mempublikasikan karya ilmiah di jurnal yang
memiliki reputasi tinggi.Seorang guru atau dosenyang berhasil mempublikasikan
karya tulis ilmiah di jurnal yang memiliki reputasi tinggi,akan semakin besar
pula hadiah yang ia terima. Dengan demikian guru atau dosen tertarik untuk membuat karya tulis ilmiah,
dalam rangka meraih hadiah yang disediakan oleh lembaganya.
f.
Menulis untuk hobi dan kemaslahatan umat manusia
Mungkin ini
alasan paling absurd yang pernah kita dengar. Setiap orang berhak untuk memilih
alasan apapun, selama itu memotivasi dirinya untuk menulis. Bagi seorang
peneliti senior yang telah bebas secara finansial dan mapan secara karir,
alasan ini cukup relevan dan masuk akal. Menulis karya ilmiah mungkin sama
asyiknya dengan mainan “Facebook” atau “Twitter”. Ia tak lagi memikirkan alasan-alasan yang terkesan
‘duniawi’, sebagaimana alasan-alasan yang telah dijelaskan sebelumnya. Tapi
realitas tak semulus idealisme dan tiap-tiap orang, sekali lagi, berhak memilih
alasannya untuk membuat karya tulis ilmiahnya. Tak terkecuali Anda, para guru
semuanya.
B.
Kendala dalam Menulis Karya Ilmiah
Ada beberapa kendala yang dialami oleh seorang penulis
termasuk guru dan dosen, dalam membuat karya tulis ilmiah.
a.
Miskin Ide
Kurangnya ide atau gagasan, merupakan kendala utama seorang penulis, untuk memulai menulis harus
berangkat dari ada atau tidaknya ide
atau gagasan dari si penulis. Mengeluarkan ide atau gagasan ternyata bukan barang
sepele, karena tidak semua orang memiliki ide atau gagasan orisinil yang dapat
ditulis dan layak dikembangkan menjadi karya tulis ilmiah. Kebiasaan membaca merupakan tututan yang mutlak bagi seorang
penulis khususnya guru agar mampu menuangkan ide atau gagasanke dalam bentuk tulisan.
b.
Kurang Waktu
Tidak
tersedianya waktu untuk
menulis juga merupakan kendala yang dihadapi oleh guru.Waktu yang dimiliki guru lebih banyak tersita untuk
mengajar dan mengoreksi hasil ulangan. Bayangkan kalau seorang guru, untuk
memenuhi tuntutan dapur agar tetap ngebul, harus mengajar di tiga tempat,
bahkan lebih, dengan jam mengajar yang padat, sampai di rumah sudah lelah. Di
sela-sela istirahat, masih harus mengoreksi ulangan.
c.
Kurang
Motivasi
Tidak adanya
motivasi seorang guru untuk
menulis, merupakan hambatan berikutnya mengapa guru memiliki kecenderungan lemah
dalam menulis karya ilmiah. Dalam mengajar, guru terpaku kepada buku paket
sehingga jangankan menulis diktat pelajaran, dalam membuat (menulis) soal pun
mengambil dari beberapa buku paket/buku pegangan, dengan titik dan koma yang
sama. Kendala-kendala tersebut menyebabkan guru dengan golongan/ruang IV/a
mendominasi Daftar Urut Kepangkatan (DUK) di tiap sekolah.Bagi guru, sebetulnya
banyak sekali sumber-sumber yang dapat digali menjadi tulisan. Sumber tersebut
dapat berasal dari siswa, guru, masyarakat sebagai orang tua siswa, hasil
mengikuti seminar/penataran, dsb. Dari hasil pengamatan/penelitian terhadap
lingkungan tersebut, kemudian dianalisis, kalau ada permasalahan diberi solusi.
Guru dapat menuangkan inovasi/daya kreativitasnya ketika mengajar ke dalam bentuk tulisan, sehingga hasil
penemuannya dapat dimanfaatkan oleh guru-guru lain.
C.
Fenomena Plagiasi
Plagiasisecara sederhana dapat dipahami sebagaimenyalin sesuatu, atau menampilkan gagasan/ide orang lain, yang dinyatakan
atau terkesan sebagai hasil karya sendiri. Plagiasi ini termasuk kategori
pelanggaran kepemilikian intelektual. Di kalangan akademisi (guru dan
dosen), menjiplak atau melakukan plagisi dalam membuat karya ilmiah merupakan
pelanggaran berat. Tidak jarang orang yang memiliki status akademis tinggi
harus rela kehilangan karirnya karena ketahuan melakukan perbuatan tersebut.
Fenomena plagiasi di kalangan akademisi dinilai memprihatinkan karena
membuktikan masih adanya sikap tidak menghargai suatu karya orang lain. Ada
beberapa faktor yang melandasi orang melakukan plagiasi, antara lain:
a. Ingin mendapatkan pengakuan dari
publik
b. Ingin naik
pangkat secara instant
c. Dikejar date line dalam menulis karya ilmiah
d. Tidak dapat
menulis karya ilmiah dengan baik
e. Tidak
menemukan sumber/rujukan aslinya
f.
Tidak tahu cara sitasi yang benar
Seharusnya penulis karya ilmiah secara fair menyebutkan sumber tulisan,
jika memang mengutip karya orang lain. Mengutip pendapat atau karya ilmiah
orang lain dengan menyebutkan sumbernya sebenarnya bukan sesuatu yang
merendahkan diri, sekaligus bukan plagiasi.
Contoh kasus plagiasi di beberapa negara,
a.
Presiden Hongaria Pal Schmitt meletakkan
jabatan pada Senin (2/4/2012) setelah gelar doktornya pada 1992 dicabut sesudah
adanya pernyataan ia menjiplak sebagian dari disertasi setebal 200 halaman.
b.
Menteri Pendidikan Nasional Jerman Anette
Schavan menghadapi dugaan bahwa sebagian dari tesisnya merupakan plagiat.
Schavan diduga telah mencantumkan kutipan hasil penelitian Sigmund Freud yang
diklaimnya melalui sumber asli. Padahal penulis ini mendapatkan kutipan
tersebut dari literatur lain yang mengutip Freud. Artinya, Schavan mengutip
Freud dari sumber sekunder.
Bagaimana di Indonesia?
Bagaimana dengan Bapak/Ibu Guru?
D. Etika Penulis
Etika merupakan konsep nilai yang
mengarah pada perilaku baik dan pantas yang terkait dengan norma, moralitas,
pranata, baik kemanusiaan maupun agama
(Setiawan, 2011).Etika penulis
karya tulis ilmiah merupakan seperangkat norma atau kaidah yang harus
diperhatikan oleh penulis
karya ilmiah. Norma ini berkaitan dengan pengutipan dan perujukan, perizinan
terhadap bahan yang digunakan dan penyebutan sumber data atau informasi.
Menulis memerlukan
etika, karena tulisan merupakan media untuk mengkomunikasikan gagasan kepada
orang lain. Dalam penulisan karya ilmiah, penulis harus secara jujur
menyebutkan rujukan terhadap bahan atau pikiran yang diambil dari sumber lain.
Pemakaian bahan atau pikiran dari suatu sumber atau hasil studi empirik orang
lain yang tidak disertai dengan rujukan dapat diidentikan dengan pencurian
dalam penulisan karya tulis ilmiah.
Penulis karya
ilmiah harus menghindarkan diri dari tindak kecurangan yang lazim disebut
plagiat. Plagiat merupakan tindak kecurangan yang berupa pengambilan tulisan
atau pemikiran orang lain yang diakui sebagai hasil tulisan yang diakui sebagai
hasil tulisan atau hasil pemikirannya sendiri. Oleh karena itu, di perguruan tinggi setiap penulis skripsi, tesis, atau disertasi diwajibkan
membuat dan mencantumkan pernyataan dalam skripsi, tesis atau disertasinya
bahwa karyanya itu bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang
lain.
Dalam menulis
karya ilmiah, rujuk-merujuk dan kutip-mengutip merupakan kegiatan yang tidak
dapat dihindari. Kegiatan ini amat dianjurkan, karena perujukan dan pengutipan
akan membantu pengembangan ilmu.
Dalam menggunakan
bahan dari suatu sumber (misalnya instrumen, bagan, gambar, dan tabel), penulis
wajib meminta izin kepada pemilik bahan tersebut. Permintaan izin dilakukan
secara tertulis. Jika pemilik bahan tidak dapat dijangkau, penulis harus
menyebutkan sumbernya dengan menjelaskan apakah bahan tersebut diambil secara
utuh, diambil sebagian, dimodifikasi atau dikembangkan.
Namun sumber data
dan informasi, terutama dalam penelitian kualitatif, tidak boleh dicantumkan
apabila pencantuman nama tersebut dapat merugikan sumber data atau informan.
Sebagai gantinya, nama sumber data atau informan dinyatakan dalam bentuk kode
atau nama samaran.
E.
Kode Etik
Penulis
Adapun kode etik penulis
a. Melahirkan
karya orisinal,bukan jiplakan
b. Menjaga
kebenaran dan manfaat serta makna informasi yang disebarkan sehingga tidak
menyesatkan
c. Menulis
secara cermat teliti dan tepat
d. Bertanggungjawab secara akademis
terhadap tulisannnya
e. Memberi manfaat kepada masyarakat pengguna
f.
Dalam kaitan dengan berkala ilmiah, menjadi
kewajiban bagi penulis untuk mengikuti gaya selingkung yang ditetapkan berkala
yang dituju
g. Menerima
saran-saran perbaikan dari editor berkala yang dituju
h. Menjunjung
tinggi hak, pendapat atau temuan orang lain
i.
Menyadari sepenuhnya untuk tidak melakukan
pelanggaran ilmiah, diantaranya:
1) Falsifikasi:
Data atau hasil penelitian dipalsu dengan mengubah atau melaporkan secara
salah, termasuk membuang data yang bertentangan secara sengaja untuk mengubah
hasil. Pemalsuan juga meliputi manipulasi bahan penelitian, peralatan,atau
proses
2) Fabrikasi:
Data atau hasil penelitian dikarang atau dibuat-buat dan dicatat dan atau
diumumkan tanpa pembuktian bahwa peneliti yang bersangkutan telah melakukan
proses penelitian. Disinilah pentingnya bagi setiap peneliti membuat catatan
penelitian (logbook) secara cermat sebagai bukti tidak melakukan fabrikasi
3) Plagiat:
mengambil kata-kata atau kalimat atau teks orang lain tanpa memberikan dalam
bentuk sitasi yang cukup.
Penulis seharusnya jujur pada diri
sendiri, memiliki nurani untuk melakukan
pencegahan. Selain itu menuntun pada
sikap terbuka secara ilmiah dalam bentuk verifikasi dan tidak memihak terkait
dengan tatakrama, aturan main, serta pranata menulis. Tulisan mengikuti tatatertib,
aturan-aturan baku. Tulisan ilmiah mengikuti tata aturan ilmiah, berbeda dengan tulisan populer atau tulisan lainnya.
F.
Plagiarisme/Plagiasi
Plagiarisme berasal dari bahasa Latin “plagiaries” yang berarti mencuri atau merampok. Mencuri atau
merampok disini diartikan sebagai mengambil karya orang lain tanpa seizin
pencipta aslinya serta tanpa menggunakan kaedah yang berlaku. Berdasarkan
pengertian kata tersebut maka plagiat dalam penulisan makalah ilmiah,
mengandung unsur penganiayaan intelektual karena terjadi pengambilan dengan
cara paksa kata-kata/gagasan tanpa seizin pemiliknya. Dapat juga dikatakan mengambil
kata-kata atau kalimat atau teks orang lain tanpa memberikan dalam bentuk
sitasi yang cukup.
Berdasarkan pengertian tersebut
maka plagiarismemenurut Belinda, dalam Hendry,
(2011) diartikan sebagai tindakan menjiplak ide, gagasan atau karya orang lain
untuk diakui sebagai karya sendiri atau menggunakan karya orang lain tanpa
menyebutkan sumbernya sehingga menimbulkan asumsi yang salah atau keliru
mengenai asal muasal dari suatu ide, gagasan atau karya. Plagiarisme didefinisikan pula sebagai
mengambil alih gagasan, atau kata-kata tertulis dari seseorang, tanpa pengakuan
pengambilalihan dan dengan niat menjadikannya sebagai bagian dari karya
keilmuan yang mengambil (MPR LIPI, 2007).Ada berbagai pendapat
tentang definisi plagiarisme, namun
pada intinya semua menyatakan bahwa plagiat merupakan pemanfaatan/penggunaan
hasil karya orang lain yang diakui sebagai hasil kerja diri sendiri, tanpa
memberi pengakuan pada penciptanya yang asli.
Memperhatikan berbagai pendapat tentang plagiarisme maka untuk menyamakan persepsi
mengenai pengertian plagiarismediatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)
nomor 17 tahun 2010, Pasal 1 Ayat 1 bahwa plagiarisme sebagai perbuatan secara sengaja
atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba memperoleh kredit atau nilai
untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagian atau seluruh karya dan/atau
karya ilmiah orang lain, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai.
Plagiator adalah orang perseorangan atau kelompok orang
pelaku pelagiat, masing-masing bertindak untuk diri sendiri, untuk kelompok dan
atas nama suatu badan. Plagiat tidak hanya terbatas pada pencurian gagasan atau
hasil karya orang lain di bidang ilmiah saja, namun juga berlaku di bidang
lainnya seperti dunia seni, budaya dan lainnya. Bentuknya dapat beraneka macam
tidak terbatas hanya pada tulisan.
Plagiator menurut permendiknas
nomor 17 tahun 2010 terdiri atas:
a.
Satu atau lebih mahasiswa
b.
Satu atau lebih dosen/peneliti/tenaga kependidikan
c.
Satu atau lebih dosen/peneliti/tenaga kepndidikan
bersama satu atau lebih mahasiswa
Apabila karya sendiri sudah pernah diterbitkan sebelumnya
maka ketika mengambil gagasan tersebut, semestinya dicantumkan rujukan atau
sitasinya. Apabila tidak, maka ini dapat dianggap sebagai auto-plagiarisme atau self-plagiarism. Jenis plagiat ini sebenarnya dapat dianggap
“ringan”, namun apabila dimaksudkan atau dikemudian hari dimanfaatkan untuk
menambah kredit akademik maka dapat dianggap sebagai pelanggaran berat etika
akademik.
Berdasarkan Permendiknas nomor 17
tahun 2010, plagiat meliputi tetapi tidak terbatas pada:
a.
Mengacu dan/atau mengutip istilah, kata-kata
dan/atau kalimat, data dan/atau informasi dari suatu sumber tanpa menyebutkan
sumber dalam catatan kutipan dan/atau tanpa menyatakan sumber secara mamadai.
b.
Mengacu dan/atau mengutip secara acak istilah
kata-kata dan/atau kalimat, data dan/atau informasi dari suatu sumber tanpa
menyebutkan sumber dalam catatan kutipan dan/atau tanpa menyatakan sumber
secara mamadai.
c.
Menggunakan sumber gagasan, pendapat, pandangan,
atau teori tanpa menyatakan sumber secara memadai.
d.
Merumuskan dengan kata-kata dan/atau kalimat
sendiri dari sumber kata-kata dan/atau kalimat, gagasan, pendapat, pandangan,
atau teori tanpa menyatakan sember secara memadai.
e.
Menyerahkan suatu karya ilmiah yang dihasilkan
dan/atau telah dipublikasikan oleh pihak lain sebagai karya ilmiahnya tanpa
menyatakan sumber secara memadai.
G. Jenis dan Tingkatan Plagiarisme
Felicia Utorodewo dkk, dalam buku Bahasa
Indonesia: Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah, menggolongkan jenis tindakan
plagiarisme:
- Mengakui
tulisan orang lain sebagai tulisan sendiri,
- Mengakui
gagasan orang lain sebagai pemikiran sendiri,
- Mengakui
temuan orang lain sebagai kepunyaan sendiri,
- Mengakui
karya kelompok sebagai kepunyaan atau hasil sendiri,
- Menyajikan
tulisan yang sama dalam kesempatan yang berbeda tanpa menyebutkan
asal-usulnya,
- Meringkas
dan memparafrasekan (mengutip tak langsung) tanpa menyebutkan sumbernya,
dan
- Meringkas
dan memparafrasekan dengan menyebut sumbernya, tetapi rangkaian kalimat
dan pilihan katanya masih terlalu sama dengan sumbernya.
Yang digolongkan sebagai plagiarisme:
- Menggunakan
tulisan orang lain secara mentah, tanpa memberikan tanda jelas (misalnya
dengan menggunakan tanda kutip atau blok alinea yang berbeda) bahwa teks
tersebut diambil persis dari tulisan lain,
- Mengambil
gagasan orang lain tanpa memberikan notasi yang cukup tentang sumbernya.
Yang tidak tergolong plagiarisme:
- Menggunakan
informasi yang berupa fakta umum.
- Menuliskan
kembali (dengan mengubah kalimat atau parafrase) opini orang lain dengan
memberikan sumber jelas.
- Mengutip
secukupnya tulisan orang lain dengan memberikan tanda batas jelas bagian
kutipan dan menuliskan sumbernya.
Menurut LIPI, (2007) ada 5 tingkat plagiarisme:
a. Tingkat 1, menyalin (tanpa memberikan
pengakuan) kata-perkata dari seluruh tulisan, atau sebagian besar tulisan (>50%), atau
menyalin kata-perkata dalam lebih dari satu tulisan oleh pengarang yang sama.
b. Tingkat 2, menyalin (tanpa memberikan
pengakuan) kata-perkata sebagian tulisan (antara 20%-50%), atau menyalin
kata-perkata lebih dari satu tulisan oleh pengarang yang sama.
c. Tingkat 3, menyalin (tanpa memberikan
pengakuan) kata-perkata elemen-elemen tulisan (paragraf, kalimat, ilustasi,
dll.) yang memberikan bagian penting (hingga 20%) dalam sebuah tulisan.
d. Tingkat 4, menyalin dengan
memparafrasekan secara tidak benar paragraf atau halaman tanpa memberikan
pengakuan.
e. Tingkat 5, menyalin (dengan
memberikan pengakuan) kata-perkata sebagian besar tulisan tanpa memberikan delineation (quote atau indent) yang jelas.
H.
Cara
Menghindari Plagirisme
Menghindari plagirisme dapat
dilakukan dengan cara:
a.
Menggunakan, menganalisis, membahas, mengkritik
atau merujuk hasil karya intelektual orang lain boleh melakukan selama kaidah
penggunaannnya tetap “beradab”.
b.
Merangkum hasil karya orang lain atau melakukan
parafrase pada bagian khusus dalam teks dengan cara
penguraian menggunakan kata-kata sendiri, dan nyatakanah sumber gagasan dan
masukkan sumber-sumber yang digunakan dalam daftar rujukan.
c.
Menggunakan kata-kata asli penulis juga
diperkenankan dengan cara memberi tanda
kutip pada kalimat-kalimat yang digunakan, selain menyebut sumber gagasannya.
I.
Arti Penting Etika Penulisan Karya Tulis
Ilmiah
Pada dasarnya
terdapat sejumlah versi dan variasi tentang unsur-unsur etika penulisan karya
tulis ilmiah. Pemberlakuan unsur-unsur tersebut biasanya ditetapkan secara
khusus untuk konteks lingkungan akademik tertentu. Walaupun begitu, secara
umum, unsur-unsur di bawah ini dipandang berlaku umum dalam setiap penulisan
karya tulis ilmiah.
a.
Memelihara
kejujuran, tulisan yang disajikan bukan merupakan milik
orang lain. Penulis karya tulis ilmiah harus secara jujur membedakan antara
pendapatnya dan pendapat orang lain yang dikutip. Pengutipan pernyataan dari
orang lain harus diberi kredit, pengakuan atau penghargaan dengan cara
menyebutkan sumbernya.
b.
Menunjukkan sikap
rendah hati, dalam membuat karya tulis ilmiah, tidak perlu mengobral
kata-kata atau istilah-istilah asing dalam konteks yang tidak tepat dan perlu, karena penulis
bermaksud memamerkan kemampuannya dalam bahasa asing yang bersangkutan.
Biasanya, penulisan kata-kata asing diperlukan jika padanannya dalam bahasa
Indonesia belum ada atau dianggap belum tepat.
c.
Bertanggung jawab
atas informasi dan analisis yang diungkapkan, serta tidak
melemparkan kesalahan yang terdapat dalam karya tulis itu kepada orang lain.
d.
Bersikap terbuka,
dalam arti memberikan kesempatan kepada pihak lain untuk memeriksa kembali
kesahihan data dan fakta yang dikemukakan dalam karya tulis ilmiahnya.
e.
Bersikap cermat
dalam mengemukakan data, pernyataan, penulisan nama orang, nama tempat, ejaan,
dan lain-lain.
f.
Bersikap objektif
dalam menyajikan uraian. Salah satu faktor yang menunjang sikap
objektif dalam mengemukakan argumentasi dalam sebuah uraian adalah pemahaman
yang memadai tentang aturan-aturan berpikir yang benar, yang dikenal dengan
logika.
J.
Kriteria Karya Tulis Ilmiah
- Obyektif: Berdasarkan kondisi faktual.
- Up to date: tulisan merupakan perkembangan ilmu
mutakhir.
- Rasional: berfungsi sebagai wahana penyampaian
kritik timbal balik.
- Reserved: tidak overclaiming, jujur,
lugas, dan tidak bermotif pribadi.
- Efektif dan Efisien: Tulisan merupakan media komunikasi yang
berdaya tarik tinggi.
K.
Aspek Lain yang Terkait Dengan Penulisan Karya
Ilmiah
Hindarilah kesalahan yang sering dijumpai terkait
(sistematika) penulisan draft:
- Judul artikel
- Abstrak
- Kata kunci
- Pendahuluan
- Pembahasan
- Simpulan
L. Pencegahan Plagiarisme
Pada Permendiknas Nomor 17 Tahun 2010, tentang Pencegahan dan
Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi, dijelaskan bahwa pencegahan
plagiat dapat dilakukan melalui
tindakan preventif yang dilakukan oleh pimpinan
perguruan tinggi. Sejalan dengan permen tersebut, mengingat untuk kalangan
pendidikan dasar dan menengah belum ada permen yang mengatur secara tegas
tentang pencegahan plagiarisme di kalangan guru, maka tindakan preventif dapat
dilakukan oleh kepala dinas pendidikan kabupaten/kota/provinsi
yang bertujuan agar tidak terjadi plagiat dilingkungan dinas pendidikan
kabupaten/kota/ provinsi.Pencegahankecenderungan
plagiarisme dalam penulisan karya ilmiah maupun pelitian para guru, dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai
berikut:
a. meningkatkan
kejujuran dan rasa bertanggung jawab;
b. meningkatkan
pemahaman bahwa plagiarisme akan berimplikasi moral;
c. meningkatkan
kecermatan dan kesaksamaan dalam memilah dan menentukanpustaka acuan;
d. mempunyai
rasa percaya diri bahwa rencana penelitianatau kerangka karya tulis ilmiahnya bukan sontekan;
e. memiliki
keyakinan bahwa data yang diambil sahih dan cermat;
f.
menghargai sumbangan data atau informasi dari
peneliti lain dengan menyatakan
terima
kasih atau menyebutkan sumber tulisan yang dikutipnya;
g. membuat
catatan penelitian (logbook) agar semua yang dilakukannya terekamdengan
baik untuk pembuktian tidak ada pemalsuan data atau hasil penelitian;
h. mengarsipkan
sumber-sumber acuan yang asli sehingga terhindar darikecerobohan yang
disengaja;
i.
memahami benar maksud tulisan orang lain agar tidak
ada salah pengertian;
j.
mahir membuat parafrase untuk mengungkapkan
rangkuman dari berbagai tulisan atau pemikiran orang lain dengan kata-kata
sendiri dari sumber yang dibaca, tidak sekadar mengganti beberapa kata, dan
tetap menuliskan sumberacuannya;
k. menghargai
hak kepengarangan dan hak atas kekayaan intelektual,menuliskan sumber acuan untuk gagasan atau hasil orang lain sebagai
pengakuandan penghargaan.
M. Penanggulangan Plagiarisme
Permendiknas Nomor 17 Tahun 2010, juga mengisyaratkan bahwa ada tindakan
penanggulangan plagiat berupa tindakan represif yang dilakukan oleh pimpinan perguruan tinggi terhadap dosen yang
melakukan plagiasi. Oleh karena itu, kepala dinas pendidikan
kabupaten/kota/provinsi juga dapat memberikan
tindakan represif berupa sanksi terhadap guru dilingkungan dinasnya yang melakukan plagiasi. Tindakan represif ini bertujuan untuk mengembalikan
kredibilitas dinas pendidikan kabupaten/kota/provinsi
yang dipimpinnya.
Tindakan
pencegahan yang berupa
pemberian sanksi tersebut, dipertegasoleh Undang
Undang Sisdiknas Nomor 20
tahun 2003, yang menjelaskan bahwa sanksi
terhadap orang yang menggunakan karya ilmiah jiplakan untuk memperoleh gelar
akademik, profesi, vokasi dipidanakan penjara paling lama 2 tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 200 juta.
DAFTAR
PUSTAKA
© 2013 Indonesian Institute of Sciences (LIPI) Pusat
Penelitian Perkembangan Iptek (Pappiptek)*
Felicia N, Utorodewo, dkk Bahasa Indonesia : Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah. Perpustakaan Universitas Indonesia.
IEEE, A Plagiarism FAQ, diakses dari http://www.ieee.org/publications_standards/publications/
rights/plagiarism_FAQ.html
KODE ETIK PENULIS DAN ETIKA KEPENULISAN KARYA ILMIAH,
Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah Nasional, UII Yogyakarta,29 Nopember 2012, Jaka Sriyana, jakasriyana@uii.ac.id
KODE ETIK PENULIS DAN ETIKA KEPENULISAN, Pelatihan Penulisan Artikel
Ilmiah NasionalDP2M 2011, H. M. Nur Kholis Setiawan, Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta nkholissetiawan@uin-suka.ac.id, 081328725909.
KONSEP PEDOMAN PENILAIAN ETIKA PENELITIAN DAN PUBLIKASI
Majelis Profesor Riset LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (MPR–LIPI)
Neville
C. Plagiarism. Dalam: The complete guide to referencing and avoiding
Plagiarism. New York: Open University Press, the McGraw-Hill; 2007. p.
27-41.
PANDUAN PENULISAN JURNAL, Runtut
Prih Utami
Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan Kode Etika
Peneliti/penyusun Majelis Profesor Riset Lembaga lmu Pengetahuan Indonesia
(MPR-LIPI) Cetakan Kedua- Jakarta, LIPI Press, 2013 iv+44 hlm.; 14.8 X 21 cm –
(etika peneliti)
Rifai,
Mien A. Pegangan Gaya Penulisan, Penyuntingan dan Penerbitan Karya Ilmiah
Indonesia. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press; cet. 4. 2004.
Sumber [1] Majelis Profesor Riset, Kode Etika Peneliti, LIPI
Press, 2007 [2] IEEE, A Plagiarism FAQ, diakses dari http://www.ieee.org/publications_standards/publications/rights/
plagiarism_FAQ.html
Sumber, Etika Publikasi Ilmiah. http://apps.cs.ipb.ac.id/media/ppki_iii.pdf
Suryono,
Isnani A.S. “Plagiarisme dalam Penulisan Makalah Ilmiah”. Naskah tidak
diterbitkan.
LEMBAR KERJA
ETIKA PENULISAN KARYA ILMIAH
UNTUK MENGHINDARI PLAGIASI
RINGKASAN
MATERI
Salah satu cara untuk menghindari
menjadi seorang plagiat adalah dengan melakukan kutipan tidak langsung.
Mengutip secara tidak langsung dapat dimanifestasikan dalam tiga bentuk yakni
membuat parafrase, meringkas atau menyusun kesimpulan. Ketiga hal ini adalah
cara pengutipan yang membutuhkan keahlian yang berbeda.
A.
Parafrase
Parafrase merupakan salah
satu cara meminjam gagasan/ide dari sebuah sumber tanpa menjadi plagiat.
Menurut Kamus Oxford Advanced Leaner’s Dictionary, parafrase merupakan “cara
mengekspresikan apa yang telah ditulis dan dikatakan oleh orang lain dengan menggunakan
kata-kata yang berbeda agar membuatnya lebih mudah untuk dimengerti.” Dengan
kata lain pengutipan yang dilakukan dalam parafrase merupakan kutipan yang
menggunakan kata-kata sendiri untuk mengungkapkan ide yang sama. Selain membuat
gagasan tersebut lebih mudah untuk dimengerti, parafrase dapat juga digunakan
untuk menjaga koherensi dan keutuhan alur tulisan.
Menurut OWL Purdue,
parafrase didefinisikan sebagai berikut: 1) kemampuan seseorang untuk menulis
ulang ide atau gagasan orang lain dengan kata-katanya sendiri dan ditampilkan
dalam bentuk yang baru, 2) merupakan cara yang legal dan syah dalam meminjam
gagasan orang lain, 3) sebuah pernyataan ulang (restatement) yang lebih lengkap dan detail dibandingkan dengan
sebuah ringkasan. Parafrase merupakan
sebuah keahlian yang sangat berharga karena:
- Parafrase lebih baik dibandingkan dengan
mengutip informasi dari sebuah paragraf atau tulisan yang kurang menonjol.
- Parafrase membantu penulis untuk
mengontrol cobaan melakukan kutipan yang terlalu sering.
- Proses mental yang dibutuhkan bagi
keberhasilan sebuah parafrase membantu penulis untuk memahami sepenuhnya
makna teks sumber yang akan ia sadur.
Setiap
penulis memiliki dan mengembangkan tekniknya sendiri untuk mengembangkan
keahlliannya dalam melakukan parafrase. Teknik tersebut bersifat unik. Bagi
penulis pemula, ia perlu belajar mengembangkan keahlian membuat parafrase. Jika
penulis belum terbiasa melakukan parafrase, berikut ini adalah 6 langkah
efektif dalam melakukan parafrase seperti yang diberikan oleh panduan OWL
Purdue:
- Bacalah kembali teks sumber sampai Anda
memahami benar isi teks tersebut.
- Singkirkan teks/naskah asli tersebut dan
tulislah ulang gagasan dalam teks tadi dalam sebuah kertas.
- Buatlah daftar beberapa kata dibawah
parafrase Anda tadi untuk mengingatkan Anda kembali pada cara Anda
memahami naskah asli tersebut. Di atas catatan tadi, tuliskan kata kunci
yang menunjukkan subjek atau tema parafrase Anda.
- Bandingkan tulisan parafrase Anda tadi
dengan naskah aslinya untuk mengecek apakah semua gagasan, terutama
gagasan yang penting telah tercantum dalam hasil parafrase tersebut.
- Gunakan tanda petik ganda untuk
mengidentifikasi istilah-istilah khusus, terminologi, atau frase yang Anda
pinjam dari naskah asli, dan yang Anda ambil sama persis dengan naskah
asli.
- Tuliskan sumber (termasuk halaman) pada
kertas catatan Anda sehingga hal ini mempermudah Anda untuk menuliskan
sumber pustaka atau referensi, bila Anda bermaksud mengambil parafrase
tersebut.
Jika
Anda masih memiliki kesulitan dalam melakukan parafrase, maka mulailah berlatih
dari tingkatan yang termudah terlebih dahulu, yakni membuat parafrase pada
taraf kalimat. Jika Anda telah cukup mahir dalam melakukan parafrase kalimat,
maka buatlah parafrase untuk sebuah paragraf. Berikut ini adalah contoh
parafrase untuk tingkat kalimat terlebih dahulu:
CONTOH 1
|
||
Kalimat Asli
|
:
|
Sebuah kejutan di
bidang realita maya (virtual reality) terjadi pada tahun 1961 dengan
kemunculan Sensoramanya Heilig.
|
Parafrase
|
:
|
Hasil karya Heillig
yang dikenal dengan nama Sensorama
membawa perubahan yang signifikan dalam sejarah realita maya (krisnawati,
2000, hlm 55).
|
CONTOH 2
|
||
Kalimat Asli
|
:
|
Komputer mampu membawa
orang ke tempat-tempat yang belum pernah dapat mereka kunjungi sebelumnya,
termasuk ke permukaan planet lain.
|
Parafrase
|
:
|
Melalui komputer, orang
dapat pergi ke tempat yang belum pernah mereka kenal. (Krisnawati, 2000, hlm
57).
|
Sebagai pemula, parafrase
diatas masih diijinkan. Namun jika Anda telah belajar dan memiliki keahlian
melakukan parafrase, baik Booth maupun panduan dari OWL Purdue menjelaskan
bahwa parafrase yang sangat mirip dengan naskah aslinya masih dianggap sebagai
melakukan plagiasi, sekalipun sumber aslinya dicantumkan disana. Ini merupakan
hal yang sangat pelik dan memerlukan banyak latihan. Sebagai contoh simaklah
contoh 3 & 4 yang merupakan terjemahan dari contoh yang diberikan oleh
Booth dan naskah panduan penulisan OWL Purdue.
CONTOH 3
|
||
Kalimat Asli
|
:
|
Sangatlah pelik untuk
mendefinisikan plagiasi saat Anda melakukan ringkasan atau parafrase.
Keduanya memang berbeda, tetapi batas-batas parafrase dan ringkasan sangatlah
tipis sehingga Anda tidak menyadari jika Anda berpindah dari melakukan
parafrase menjadi meringkas, kemudian berpindah ke malakukan plagiasi. Apapun
tujuanmu, parafrase yang sangat mirip dengan naskah asli dianggap sebagai
melakukan plagiasi, meskipun Anda telah menuliskan sumbernya (Booth et al.,
2005, hlm 203).
|
Parafrase ini dianggap hasil plagiasi
karena sangat mirip dengan naskah aslinya
|
:
|
Sangatlah sulit untuk
mendefinisikan plagiasi saat ringkasan dan parafrase terlibat didalamnya,
karena meskipun mereka berbeda, batas-batas keduanya sangatlah samar, dan
seorang penulis mungkin tidak mengetahui kapan ia melakukan ringkasan,
parafrase atau plagiasi. Meski demikian, parafrase yang sangat dekat dengan
sumbernya diperhitungkan sebagai hasil plagiasi, meskipun sumber aslinya
dicantumkan disana.
|
Parafrase ini berada diperbatasan antara
plagiasi dan tidak
|
:
|
Sangatlah sulit untuk
membedakan antara ringkasan, parafrase dan plagiasi. Anda berisiko melakukan
plagiasi jika Anda melakukan parafrase yang sangat mirip, meskipun Anda tidak
bermaksud untuk melakukan plagiasi dan mencantumkan sumber naskah aslinya.
|
Parafrase yang aman dan tidak dianggap
sebagai plagiasi
|
:
|
Menuruth Booth, Colomb,
dan Williams, penulis terkadang melakukan plagiasi tanpa mereka sadari karena
mereka menggira melakukan ringkasan, saat mereka melakukan parafrase yang
terlalu mirip dengan naskah asli, suatu aktifitas yang disebut plagiasi.
Bahkan saat aktifitas tersebut dilakukan dengan tidak sengaja dan sumber
pustakanyapun dituliskan (hlm 203).
|
CONTOH 4
|
||
Kalimat Asli
|
:
|
Mahasiswa sering
berlebihan dalam menggunakan kutipan langsung saat membuat catatan, sebagai
akibatnya mereka menggunakan kutipan yang berlebihan dalam tugas karya ilmiah
(paper). Mungkin hanya sekitar 10% dari manuskrip akhir yang diperbolehkan
muncul dalam bentuk kutipan langsung. Oleh sebab itu, Anda harus berusaha
untuk membatasi jumlah penulisan yanag sama persis dengan materi sumber saat
kallian menulis catatan. Lester, James D. Writing Research papers. 2nd
ed. (1976): 46-47.
|
Parafrase Plagiat
|
:
|
Mahasiswa sering
menggunakan terlalu banyak kutipan langsung saat mereka menulis catatan.
Sebagai akibatnya, ada banyak kutipan langsung dalam paper tugas akhir
mereka. Seharusnya hanya sekitar 10% paper berisi kutipan langsung. Dengan
demikian, sangatlah penting untuk membatasi jumlah materi yang dikopi saat
melakukan catatan.
|
Parafrase yang legal
|
:
|
Dalam paper ilmiah,
mahasiswa sering mengutip berlebihan, dan gagal untuk mengubah materi yang
dikutip ke level yang diinginkan. Karena masalahnya bersumber dari penulisan
catatan, maka sangatlah penting untuk meminimalkan pencatatan materi atau
kata per kata yang sama persis (Lester 46-47).
|
B.
Ringkasan
Berbeda dengan parafrase, ringkasan merupakan
cara mengutip tidak langsung dengan mengambil intisari dari sebuah tulisan.
Dalam ringkasan, penulis mengungkapkan gagasan yang sama, namun tidak
memberikan penjelasan secara detail. Ringkasan merupakan pernyataan singkat
tentang poin-poin yang penting. Dengan kata lain, ringkasan merupakan parafrase
gagasan utama dari sebuah naskah asli.
CONTOH 5
|
||
Kalimat Asli
|
:
|
Sangatlah pelik untuk
mendefinisikan plagiasi saat Anda melakukan ringkasan atau parafrase.
Keduanya memang berbeda, tetapi batas-batas parafrase dan ringkasan sangatlah
tipis sehingga Anda tidak menyadari jika Anda berpindah dari melakukan
parafrase menjadi meringkas, kemudian berpindah ke malakukan plagiasi. Apapun
tujuanmu, parafrase yang sangat mirip dengan naskah asli dianggap sebagai
melakukan plagiasi, meskipun Anda telah menuliskan sumbernya (Booth et al.,
2005, hlm 203).
|
Ringkasan
|
:
|
Batas-batas antara
ringkasan, parafrase dan plagiasi sangatlah tipis, sehingga membuat seseorang
tergelincir melakukan plagiasi, sekalipun ia telah mencantumkan sumber
aslinya(Booth et al., 2005, hlm 203).
|
CONTOH 6
|
||
Kalimat Asli
|
:
|
Mahasiswa sering
berlebihan dalam menggunakan kutipan langsung saat membuat catatan, sebagai
akibatnya mereka menggunakan kutipan yang berlebihan dalam tugas karya ilmiah
(paper). Mungkin hanya sekitar 10% dari manuskrip akhir yang diperbolehkan
muncul dalam bentuk kutipan langsung. Oleh sebab itu, Anda harus berusaha
untuk membatasi jumlah penulisan yanag sama persis dengan materi sumber saat
kallian menulis catatan. Lester, James D. Writing Research papers. 2nd
ed. (1976): 46-47.
|
Ringkasan
|
:
|
Mahasiswa sebaiknya
hanya melakukan sedikit catatan bagi kutipan langsung dari sumber asli untuk
membantu meminimalkan jumlah materi yang dikutip secara langsung dalam paper
ilmiah (Lester 46-47).
|
C.
Menyimpulkan
Membuat kesimpulan dari sebuah tulisan atau
paragraf yang mengandung gagasan merupakan teknik lain dalam pengutipan tidak
langsung sekaligus menjadi teknik lain untuk menghindari plagiarisme. Seperti
arti katanya, menyimpulkan merupakan cara menarik suatu gagasan tertentu yang
dilakukan pembaca dari informasi yang dinyatakan dalam teks yang ia baca.
Berbeda dengan ringkasan, gagasan yang dinyatakan dalam kesimpulan tidak
dituliskan secara eksplisit dalam teks yang dibaca, namun pembaca harus
menggunakan apa yang ia pahami dari teks tersebut untuk dapat sampai ke
kesimpulan. Sama seperti dalam melakukan parafrase, penarikan kesimpulan dapat
dilakukan dalam skala terkecil, yakni kesimpulan dari sebuah kalimat.
Dalam logika, yang merupakan ilmu kesimpulan,
untuk dapat menarik kesimpulan dibutuhkan minimal dua premis, yakni premis
mayor dan premis minor. Agar kesimpulannya memiliki arti, dua kondisi yang
berbeda harus dipenuhi (Kamp & Reyle,1993, hlm 13) yakni: 1) premis yang
akan digunakan untuk menarik kesimpulan harus dapat dipercaya keabsahannya, 2)
kesimpulan yang ditarik dari premis tersebut harus memiliki relasi yang
menjamin keabsahan premis yang nantinya ditransfer ke kesimpulan. Persyaratan
berikut inipun harus dipenuhi dalam rangka mengambil kesimpulan: relasi antara
premis dengan kesimpulan yang menjamin transfer kebenaran merupakan relasi formal, artinya relasi tersebut dapat
dianalisasebagai relasi antara bentuk-bentuk kalimat. Contoh klasik tentang
penarikan kesimpulan dapat dilihat dibawah ini:
Semua P adalah
Q
|
Semua manusia
akan mati
|
Semua Q adalah
R
|
Aristoteles
adalah seorang manusia
|
Maka semua P adalah R
|
Maka Aristoteles akan mati
|
Dari contoh diatas, Anda
dapat melihat,
mengamati dan membaca, bahwa apa yang dinyatakan dalam kesimpulan tidak
dituliskan secara eksplisit dalam kalimat sumber, namun dari kedua premis
tersebut, sebuah kesimpulan dapat ditarik. Kesimpulan yang ditarik harus
memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan. Pengambilan kesimpulan
dalam memahami suatu teks dan informasi juga mengikuti hukum pengambilan
kesimpulan dalam logika. Sehingga kesimpulan yang dapat ditarik dari naskah
asli dalam contoh diatas adalah sebagai berikut:
CONTOH 7
|
||
Kalimat Asli
|
:
|
Sangatlah pelik untuk
mendefinisikan plagiasi saat Anda melakukan ringkasan atau parafrase.
Keduanya memang berbeda, tetapi batas-batas parafrase dan ringkasan sangatlah
tipis sehingga Anda tidak menyadari jika Anda berpindah dari melakukan
parafrase menjadi meringkas, kemudian berpindah ke malakukan plagiasi. Apapun
tujuanmu, parafrase yang sangat mirip dengan naskah asli dianggap sebagai
melakukan plagiasi, meskipun Anda telah menuliskan sumbernya (Booth et al.,
2005, hlm 203).
|
Kesimpulan
|
:
|
Melakukan parafrase,
ringkasan dan mencantukan sumber asli tidaklah otomatis membebaskan seseorang
dari aktifitas plagiasi, jika parafrase dan ringkasan tersebut sangat mirip
dengan naskah aslinya.
|
CONTOH 8
|
||
Kalimat Asli
|
:
|
Mahasiswa sering
berlebihan dalam menggunakan kutipan langsung saat membuat catatan, sebagai
akibatnya mereka menggunakan kutipan yang berlebihan dalam tugas karya ilmiah
(paper). Mungkin hanya sekitar 10% dari manuskrip akhir yang diperbolehkan
muncul dalam bentuk kutipan langsung. Oleh sebab itu, Anda harus berusaha
untuk membatasi jumlah penulisan yanag sama persis dengan materi sumber saat
kallian menulis catatan. Lester, James D. Writing Research papers. 2nd
ed. (1976): 46-47.
|
Kesimpulan
|
:
|
Proses penulisan
catatan menentukan seberapa banyak kutipan langsung yang akan dilakukan
mahasiswa saat menulis paper ilmiahnya.
|
D.
Latihan
Bacalah
paragraf berikut ini kemudian kerjakanlah latihan sesuai perintah yang
diberikan.
Naskah Asli:
Masyarakat
Indonesia dewasaini dihadapkan beragam masalah mulai dari kekerasan horisontal
maupun vertikal, korupsi, inequalities
dalam beberapa bidang kehidupan,
disintegrasi bangsa, yang semuanya mengarah pada krisis kehidupan
berbangsa. Konteks ke-Indonesia-an saat ini, mulai dari fakta sejarah
kebangsaan, kebijakan politik, dan fakta globalisasi, mengharuskan genarasi
muda (didalamnya termasuk semua sekolah) dibekali dengan pendidikan
multikultural.
Pendidikan
multikultural merupakan urgensi bagi pendidikan di Indonesia. Pendidikan
multikultural perlu diberikan pada setiap jenjang pendidikan (dari pendidikan
dasar sampai pendidikan tinggi), yang saat ini telah banyak dilaksanakan di
beberapa sekolah oleh penyelenggara pendidikan. Pemikiran dan praktik pendidikan
multikultural di sekolah inilah yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini.
Pengakuan akan keberagaman masyarakat Indonesia sudah eksplisit dalam tulisan
pada lambang negara Indonesia.
Bertolak
dari kesadaran di atas, terlihat
kekeliruan mendasar yang ingin diperbaiki sejak zaman reformasi yaitu perhatian
yang minim di masa lalu terhadap dinamika daerah akibat titik berat yang
berlebihan pada kepentingan pusat. Cita-cita reformasi untuk membangun
Indonesia Baru harus dilakukan dengan cara bertolak dari hasil perombakan
terhadap keseluruhan tatanan kehidupan yang dibangun oleh Orde Baru. Inti dari
cita-cita tersebut adalah sebuah masyarakat sipil demokratis, adanya dan
ditegakannya hukum untuk supremasi keadilan, pemerintahan yang bersih dari KKN,
terwujudnya keteraturan sosial dan rasa aman dalam masyarakat yang menjamin
kelancaran produktivitas warga masyarakat, dan kehidupan ekonomi yang
menyejahterakan rakyat Indonesia. Bangunan Indonesia Baru dari hasil reformasi
atau perombakan tatanan kehdiupan Orde Baru adalah sebuah “masyarakat
multikultural Indonesia” yang bercorak “masyarakat majemuk” (plural society). Corak masyarakat
Indonesia yang “bhinneka tunggal ika” bukan lagi keanekaragaman sukubangsa dan
kebudayaannya, melainkan keanekaragaman kebudayaan yang ada dalam masyarakat
Indonesia.
Disamping
itu juga, terlihat kekuatan memaksakan penyeragaman berbagai aspek sistem
sosial politik dan budaya lokal dengan berbagai akibat dan resikonya. Indonesia
merupakan negara yang memiliki keanekaragaman budaya dan bisa juga disebut
multikultur. Sesuatu yang dianggap sangat tidak normal oleh budaya tertentu
tetapi dianggap normal atau biasa-biasa saja oleh masyarakat dengan budaya
lain. Perbedaan semacam inilah yang seringkali menyebabkan kontradiksi bahkan
mengarah kepada konflik, ketidak-sepahaman, dan disinteraksi dalam masyarakat
multikultur. Akan tetapi keragaman tersebut selama ini belum mendapatkan
perhatian untuk dikelola dan dikembangkan berdasar kearifan budaya dan kemauan
hidup berdampingan secara damai.
Sumber : Saliman, dkk. (2014). Model Pendidikan Multikultural Di Sekolah
Pemburan Medan, Sumatera Utara. Jurnal Cakrawala Pendidikan: UNY Press.
Tagihan : Dari tulisan di atas, setiap peserta harus
membuat : parafrase, ringkasan, dan
kesimpulan, untuk masing-masing paragraf.
Diadaptasi dari tulisan : “Menghindari
Plagiarisme:Parafrase, Ringkasan, & Kesimpulan” yang diunduh dari https://srirti.files.wordpress.com/2011/11/parafrase.doc, pada tanggal 17 Pebruari 2015, pukul 19.30.
lengkap ya poin-poinnya. terimakasih sudah berbagi...
BalasHapusJika longgar mampir ke situs jasaptk.com
terimakasih orang baik
BalasHapus